Aktivis KUPI Dukung Ketua DPR RI Perjuangkan RUU TPKS

Jakarta, Media Berita Indonesia - Salah satu aktivis yang menyampaikan aspirasi terkait RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) kepada Ketua DPR RI Puan Maharani.

Puan pun mendapat dukungan semangat untuk memperjuangkan agar RUU TPKS segera dirampungkan.

Ustazah dari Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI), Nur Rofiah menyatakan hasil musyawarah yang dilakukan pihaknya, menegaskan bahwa kekerasan seksual hukumnya haram baik di dalam maupun di luar perkawinan. 

Salah satu Musyawarah KUPI pun merekomendasikan adanya sistem perlindungan hukum terhadap korban kekerasan seksual.

“Karena itu tentu saja kami sangat mendukung pengesahan RUU ini. Apabila disahkan, itu tidak hanya melindungi bangsa dari menjadi korban kekerasan seksual yang itu jelas kedzaliman tetapi juga melindungi bangsa dari menjadi pelaku kedzaliman atau pelaku kekerasan seksual itu sendiri,” kata Rofiah.

Hal tersebut disampaikannya saat melakukan audiensi dengan Puan di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (12/1/2021). Selain Rofiah, ada belasan aktivis perempuan dari berbagai elemen dan latar belakang yang ikut menyalurkan aspirasinya kepada Puan.

“Dan Mba Puan, kami juga sudah melakukan istighosah kubro tanggal 14 melalui zoom yang diikuti 1 akun zoom itu biasanya kan satu orang ya, ini 1 akun zoom 1 pesantren. Jadi beratus-ratus pesantren ikut mendoakan anggota DPR untuk bisa keteguhan hati mengesahkan RUU TPKS,” tuturnya.

Menurut Rofiah, pemahaman Islam harus memperhatikan kemaslahatan bagi kaum Perempuan. Mengingat secara biologis, sistem reproduksi perempuan bisa berdampak panjang untuk kehidupannya jika menjadi korban kekerasan.

Oleh karena itu, KUPI mengajak kaum laki-laki ikut memperjuangkan perlindungan terhadap perempuan termasuk dalam hal kekerasan seksual. Rofiah juga menekankan unsur sosial di mana perempuan rentan mengalami ketidakadilan.

Dukungan juga datang dari Peneliti pada Pusat Penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Luky Sandra Amalia. Ia menegaskan kekerasan seksual merupakan persoalan yang berdampak pada perempuan dan anak, apapun status dan latar belakangnya.

“Banyak sekali pemimpin perempuan yang di era pandemi lebih berhasil meminimalisir kasus penyebaran Covid-19 dan menekan angka kematian dibandingkan dengan negara yang dipimpin laki-laki. Contohnya Jerman, Selandia Baru, Taiwan, Denmark, Finlandia, Islandia,” jelasnya.*lala

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.