Jakarta, metronew7.com - Wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto, semakin menguat seiring banyaknya tokoh bangsa yang menilai jasa-jasanya bagi Indonesia sangat besar.
Dari kalangan Muhammadiyah hingga Nahdlatul Ulama (NU), muncul pandangan senada bahwa Soeharto memenuhi kriteria sebagai pahlawan yang berjasa besar dan rela berkorban demi bangsa dan negara.
Pimpinan Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dr. Makroen Sanjaya, menyatakan bahwa Muhammadiyah telah melakukan kajian komprehensif terhadap ketokohan Soeharto, bukan hanya sebagai Presiden ke-2, tetapi juga sebagai bagian penting dalam sejarah perjuangan bangsa sejak masa revolusi kemerdekaan.
“Sejak tahun 1946 beliau sudah berkontribusi besar. Ketika terjadi kudeta oleh kelompok kiri, Pak Harto sebagai militer mampu menanggulangi hal tersebut. Belum lagi kiprahnya dalam Serangan Umum 1 Maret di Yogyakarta yang menjadi momen penting dalam mempertahankan kemerdekaan. Perannya juga sangat sentral dalam menumpas G30S/PKI, hingga membawa Indonesia diakui dunia melalui capaian swasembada pangan,” ujar Makroen.
Menurutnya, kategori pahlawan dalam Undang-Undang mencakup dua aspek utama, yakni pengorbanan dan prestasi. Soeharto, lanjut Makroen, menunjukkan keduanya secara nyata.
“Beliau telah berkorban untuk bangsa dan negara, serta mencapai prestasi besar yang menjadi teladan dan mendapat pengakuan internasional,” tegasnya.
Makroen juga menekankan pentingnya generasi muda untuk belajar dari teladan para tokoh bangsa seperti Soeharto.
“Anak-anak muda sekarang harus mampu berkorban dan berprestasi. Jangan hanya bicara tanpa tindakan. Role model sudah banyak, termasuk Pak Harto, yang mendedikasikan hidupnya untuk bangsa dan kemanusiaan,” tuturnya.
Pandangan senada disampaikan K.H. Arif Fahrudin, tokoh Nahdlatul Ulama sekaligus Wakil Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ia menilai, pahlawan adalah mereka yang berjasa besar dan rela berkorban demi kepentingan bersama.
“Dua kunci pahlawan itu adalah jasa dan pengorbanan. Soeharto telah menunjukkannya sejak masa perjuangan kemerdekaan, masa transisi, hingga menjadi Presiden. Beliau hadir dalam tiga fase penting perjalanan bangsa,” jelas Arif Fahrudin.
Ia juga membandingkan kiprah Soeharto dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai dua sosok yang berbeda latar belakang, namun sama-sama memiliki kontribusi besar bagi bangsa.
“Pak Harto berjuang di jalur militer dan pemerintahan, sedangkan Gus Dur di bidang pendidikan, keagamaan, dan pluralisme. Keduanya adalah figur penting dalam sejarah bangsa ini,” tambahnya.
Lebih jauh, Arif Fahrudin mengingatkan generasi muda agar tidak melupakan jasa para pendiri dan pejuang bangsa.
Ia menilai bahwa kemampuan bersyukur terhadap jasa para pahlawan menjadi kunci keberhasilan menuju Indonesia Emas 2045. “Kalau generasi muda tidak pandai menghargai jasa para pahlawan, maka mereka tidak akan pandai bersyukur terhadap nikmat kemerdekaan ini.
Padahal dari negara inilah kita hidup, bernafas, dan mendapatkan sumber kehidupan,” katanya.
Menurutnya, setiap era memiliki tokohnya sendiri. Apa yang diwariskan oleh tokoh besar seperti Soeharto harus dijadikan inspirasi bagi generasi penerus.
“Tantangan saat ini adalah bagaimana mentransmisikan capaian kebaikan yang sudah diwariskan ke generasi sekarang, dan mengaktualisasikannya di era modern,” tutup Arif Fahrudin.
Dukungan dari dua ormas Islam terbesar di Indonesia ini memperkuat pandangan publik bahwa Soeharto layak mendapat pengakuan sebagai Pahlawan Nasional.
Sosoknya dinilai telah menorehkan jejak pengabdian luar biasa, tidak hanya dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan, tetapi juga dalam membangun fondasi ekonomi dan stabilitas nasional yang dirasakan hingga kini.
Dengan segala jasa dan pengorbanannya, nama Soeharto kembali menjadi simbol semangat pengabdian total bagi bangsa sebuah nilai yang patut dikenang dan diwariskan kepada generasi penerus Indonesia. Rill/Red

Komentar0